Metode geolistrik adalah metode geofisika yang memanfaatkan sifat-sifat kelistrikan untuk menginterpretasikan permukaan bawah bumi. Metode geolistrik itu sendiri merupakan salah satu metode geofisika aktif. Dikatakan metode geofisika aktif karena prinsip utamanya yaitu menginjeksikan arus listrik yang berasal dari luar sistem ke dalam tanah. Tujuan utama dari metode geolistrik yaitu untuk mencari nilai resistivitas dari suatu batuan. Semakin tinggi nilai resistivitas maka batuan tersebut semakin sulit dialiri arus listrik, begitupun sebaliknya. Selain itu, dapat pula digunakan untuk mencari sifat kelistrikan lainnya seperti medan induksi dan potensial diri. Di dalam metode geolistrik ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

  1. Metode resistivitas
  2. Self Potential (SP)
  3. Induced Polarization (IP)

Metode resistivitas atau sering juga disebut tahanan jenis merupakan salah satu dari ketiga kelompok metode geolistrik yang ada. Metode resistivitas sangat cocok digunakan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan bumi dengan cara mempelajari sifat-sifat aliran listrik yang terkandung dalam suatu batuan. Yang dipelajari mencakup besaran medan potensial dan medan elektromagnetik yang disebabkan oleh aliran listrik secara alami maupun buatan. Prinsip kerja dari metode resistivitas yaitu arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu, dapat digunakan untuk menentukan variasi nilai resistivitas dari  masing-masing lapisan di bawah titik ukur. Variasi nilai resistivitas yang diperoleh, dapat menunjukkan perbedaan komposisi, ketebalan, bahkan tingkat kontaminasi. Nilai resistivitas yang didapatkan merupakan nilai resistivitas semu.

Metode resitivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi tersebut, nilai resistivitas yang terukur merupakan resistivitas yang sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektroda. Namun keadaan di lapangan menunjukkan bahwa bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda. Sehingga, nilai potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja Resistivitas yang terukur sebenarnya adalah resistivitas semu (ρa). Nilai resistivitas semu dapat dituliskan pada persamaan:

ρa = K . ΔV/I ………… Persamaan 1.1

dimana K merupakan faktor geometri (besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap letak elektroda arus).

K = 2π / [(1/r1  – 1/r2 )- (1/r3 – 1/r2 )]…………………………Persamaan 1.2

Metode resistivitas dapat dibagi lagi ke dalam dua kelompok yaitu metode resistivitas mapping dan sounding. Metode resistivitas mapping merupakan metode resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi nilai resistivitas pada lapisan bawah permukaan secara horizontal. Di dalam metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan di permukaan bumi serta dibuat kontur isoresistivitasnya. Sedangkan metode resistivitas sounding merupakan metode resistivitas yang mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode ini pengukuran titik sounding dilakukan dengan mengubah besarnya jarak elektroda. Pengubahan jarak elektroda dilakukan dari jarak yang terkecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Semakin dalam lapisan batuan, maka semakin besar jarak elektroda begitupun sebaliknya. Di dalam metode resistivitas sounding dikenal beberapa konfigurasi elektroda di antaranya yaitu:

  1. Konfigurasi Wenner

Pada konfigurasi Wenner, besarnya jarak antar elektroda dibuat sama. Dalam pengukuran kedalaman, elektroda dibentangkan pada pusat pengukuran dan diukur dengan menambah jarak dari masing-masing elektroda. Faktor geometri (K) yaitu:

K = 2πa ………………………………………………………………… Persamaan 1.3

Gambar 1.1 Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner (Sumber: https://www.researchgate.net/)

 

  1. Konfigurasi Schlumberger

Dalam konfigurasi Schlumberger, elektroda arus berjarak lebih besar daripada elektroda potensial. Pada pengukuran vertikal, elektroda potensial tetap di tempat sedangkan elektroda arus berubah jarak secara simetris.  Faktor geometri (K) yaitu:

K = π (L²- l²)/2l …………………………………………………………………….. Persamaan 1.4

Gambar 1.2 Susunan Elektroda Konfigurasi Schlumberger (Sumber: https://www.researchgate.net/)

 

  1. Konfigurasi Dipole – Dipole

Pada konfigurasi Dipole-dipole, sesama elektroda potensial berjarak dekat tetapi berjarak jauh dari pasangan elektroda arus.  Faktor geometri (K) yaitu:

K = π [(r³/a )- r²] ……………………………………………………………….. Persamaan 1.5

Gambar 1.3 Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole-Dipole (Sumber: https://www.researchgate.net/)

 

  1. Konfigurasi Pole – Dipole

Pada konfigurasi Pole-dipole memiliki nilai faktor geometri (K) sebesar:

K = 2πab / (b-a)………………………………………………………………. Persamaan 1.6

Gambar 1.4 Susunan Elektroda Konfigurasi Pole-Dipole (Sumber: https://openei.org/)

 

Secara umum metode resistivitas baik digunakan untuk eksplorasi dangkal. Selain itu metode resistivitas juga dapat diaplikasikan ke dalam bidang hidrologi. Penggunaan metode resistivitas dalam bidang hidrologi misalnya untuk mencari air tanah. Dalam prosesnya peralatan yang dipakai yaitu:

  1. Satu set alat resistivity meter, yang terdiri dari:
  2. Sumber arus
  3. Beda potensial
  4. Dua buah roll kabel dengan panjang masing-masing 80m dengan spasi 5m yang terdapat tembaga ulir
  5. Kabel cadangan
  6. ACCU
  7. Elektroda arus berbahan stainless steel
  8. Elektroda potensial berbahan tembaga
  9. Palu
  10. Batang tembaga sebagai elektroda potensial
  11. GPS
  12. Lembar data lapangan, papan jalan, dan alat tulis
  13. Payung/terpal

Data-data yang diperoleh di lapangan nantinya akan diolah dengan menggunakan software IP2Win dan Progress3. Setelah data diolah dengan menggunakan software tersebut nantinya didapatkan kurva sounding dan interpretasi 2D. Dari kurva sounding dapat diketahui nilai resistivitas tiap lapisan, kedalaman lapisan, dan tebal lapisan. Dari data resistivitas yang diperoleh maka akan diketahui jenis batuannya.

 Gambar 1.5 Rentang Resistivitas dan Konsuktivitas Batuan (Sumber: https://media.neliti.com/)

 

Gambar 1.6 Contoh Hasil Kurva Sounding (Ratinah, Wawong Dwi, dkk.(2020))

 

Gambar 1.7 Hasil Interpretasi 2D (Ratinah, Wawong Dwi, dkk.(2020))

 

 

DAFTAR PUSTAKA:

Ramadhan, Taufiq Bakhtiar.,dkk. (2017). Pemanfaatan Metode Geolistrik Resistivitas untuk

Pendugaan Air Bawah Tanah dan Penentuan Salinitas Air, Studi Kasus Kampung Warnab, Kelurahan Bonkawir, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. [Daring]. Diambil dari: https://www.researchgate.net/ (Diakses pada: 6 Januari 2020)

Ratminah, Wawong Dwi.,dkk. (2020). Pendugaan Kedalaman Air Tanah Menggunakan

Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Kampus Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”

Santoso, Djoko. (2001). Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB Press

Telford, Geldart dan Sheriff, (1976). Applied Geophysics 2nd edition. New York: Cambridge University Press

Leave a comment

Your email address will not be published.