Fisika Gunung Api (baca:FGA) merupakan salah satu Kuliah Lapangan yang sifatnya wajib bagi mahasiswa Geofisika UGM yang dilaksanakan pada akhir semester ke-7 yang umumnya antara bulan Desember atau Januari. Tujuan dari Kuliah ini adalah untuk mengevaluasi dan menguji pemahaman mahasiswa mengenai metode Geofisika dan aplikasinya untuk digunakan pada studi gunung api.
Setiap tahunnya kegiatan Kuliah Lapangan ini dilaksanakan di lokasi yang berbeda sesuai dengan kesepakatan antara mahasiswa yang menjadi praktikan serta dosen pembimbing lapangan. Berikut ini lokasi pelaksanaan kuliah lapangan ini dalam 4 tahun terakhir, diantaranya.
- 2012: Gunung Kelud, Kediri, Jawa Timur
- 2013: Gunung Kelud, Kediri, Jawa Timur
- 2014: Lapangan Panas Bumi Kamojang, Bandung, Jawa Barat
- 2015: Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah
Pada tahun ini, kegiatan Kuliah Lapangan FGA ini dilaksanakan pada 13-20 Januari yang dipunggawai oleh mahasiswa Geofisika UGM angkatan 2011. Bentuk kuliah lapangan ini adalah survey Geofisika terpadu dengan beberapa metode Geofisika dengan tujuan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan bumi dan kaitannya dengan potensi panas bumi di kawasan Dieng. Dengan persiapan selama kurang lebih 6 bulan, kuliah lapangan ini sukses dilaksanakan dengan penuh pengalaman berharga dan cerita yang menarik untuk didengarkan.
Salah satu daya tarik dari praktikum FGA tahun ini yang pertama adalah lokasinya. Seperti yang kita ketahui, Dieng adalah salah satu tujuan wisata yang cukup terkenal baik wisata alamnya maupun wisata budaya. Wilayah Dieng merupakan Dataran Tinggi dengan suhu rata- rata harian 130C. Di lokasi ini juga terdapat Desa tertinggi di Pulau Jawa yakni Desa Sikunir.
Dengan lokasi kuliah lapangan yang dapat dibilang sangat baik, ternyata menyimpan sejuta tantangan yang perlu dihadapi dalam melakukan survey Geofisika setiap harinya. Medan survey yang ada pada desain suvey dapat dibilang cukup terjal. Setiap harinya, praktikan harus naik hingga ke puncak Pangonan (2300 m) dan menyusuri Lembah Sumurup yang sangat rimbun dengan vegetasi semak berduri dengan ketinggian mencapai 2 meter untuk dapat melakukan akuisisi data tepat pada titik yang pengambilan data yang telah direncanakan.
Selain itu, kondisi cuaca ekstrim juga menjadi tantangan tersendiri. Di tengah kondisi suhu udara yang sudah dingin jika dibandingkan dengan suhu rata- rata di daerah asal praktikan (Yogyakarta), hujan yang turun hampir sepanjang hari akan menambah dinginnya cuaca yang disertai dengan turunnya kabut yang mengurangi jarak pandang hingga hanya 5 meter.
Di tengah kondisi ekstrim tersebut, standar HSE (Health, Safety, and Environtment) yang menjadi fondasi utama terlaksananya kegiatan kuliah lapangan ini hingga hari terakhir. Setiap praktikan diwajibkan menggunakan alat perlindungan diri standar, seperti Sepatu Booth, Baju dan Celana Panjang, Topi, Masker, Sarung Tangan, dan Googles. Perlengkapan inilah yang melindungi praktikan selama akuisi data di lapangan.
Selain persiapan fisik, persiapan mental juga sangat penting selama kegiatan Kuliah Lapangan ini karena padatnya jadwal kegiatan. Setiap harinya, praktikan harus bangun pagi kemudian bersiap secara kelompok untuk melakukan akusisi data hingga sore hari selepas ashar. Setelah kegiatan akusisi selesai, setiap kelompok wajib menyajikan data yang telah diambil melalui presentasi hasil yang akan dievaluasi secara langsung setiap harinya. Pada umumnya, rangkaian kegiatan harian ini akan selesai pada pukul 2 pagi dan dilanjutkan istirahat malam untuk kegiatan di hari berikutnya.
Dengan tantangannya tersebut, FGA memberikan cerita tersendiri bagi setiap praktikan yang melaksanakannya. Kuliah lapangan ini selain merupakan uji pemahaman mahasiswa mengenai kuliah yang telah didapatkannya di kelas, juga memberikan pelajaran yang sangat berharga. Beberapa pelajaran yang dapat diambil diantaranya adalah kerjasama kelompok, disiplin diri dan waktu, serta semangat untuk pantang menyerah.
Keluh kesah bahkan hingga tetesan air mata saat terjebak di Lembah Sumurup ataupun sulitnya turun dari Puncak Pangonan menjadi pemanis cerita kegiatan Kuliah Lapangan ini. Terowongan Bambu bahkan berjalan di atas udara karena harus menaiki jembatan bambu dari pohon bambu yang telah dirubuhkan menjadi salah satu proses perjalanan yang menunjukkan bagaimana sulitnya medan perjuangan praktikan untuk belajar. Walaupun begitu, keceriaan tetap terpancar di wajah mereka manakala area survey mencapai area Kawah Sikidang dan area Candi dengan panorama yang indah ataupun sekedar menemui penjaja jajanan tradisonal. Bisa menapaki jalanan yang datar tanpa harus menerabas semak berduri dapat dikatakan sebagai suatu ‘bonus’ dalam perjalanan lapangan walaupun harus menemui ratusan hektar kebun kentang maupun rawa yang becek.
Salah satu kebahagiaan tersendiri bagi praktikan adalah saat melalui pipa-pipa uap milik Geodipa karena dengan mendekatkan badan ke pipa tersebut, kita dapat merasakan hawa panasnya sekedar untuk menghangatkan tubuh. Selain itu, kegiatan makan siang di lapangan dengan nasi bungkus yang ditambahi kuah hujan menjadi momen yang paling ditunggu untuk kembali mengisi tenaga. Tak jarang lokasi dengan panorama yang indah dipilih sebagai tempat makan siang atau beristirahat karena dari Puncak Pangonan kita dapat melihat indahnya Telaga Warna, Telaga Merdada, ataupun Gunung Prahu yang menjadi ikon Dieng.
Terdapat salah satu jargon yang cukup fenomenal selama kuliah lapangan ini yakni “LEMAH” dan “SANGGUPI”. Bagi yang menyerah berarti dia lemah, sehingga tidak ada kata lain selain menyanggupi semua tantangan selama di medan FGA ini. Walaupun begitu, istilah “lemah” ini juga mendapat pengecualian. “Lemah” tidak berlaku untuk digunakan untuk mengistilahkan mereka yang tidak berani mandi selama Kuliah Lapangan, mengingat dinginnya air mandi tanpa teknologi Water Heater.
Dengan selesainya kuliah lapangan FGA ini tantangan selanjutnya bagi praktikan adalah kuliah lapangan terakhir atau Field Camp. Dengan diawali perjuangan memuncak ke Igir Sambeng, bukit yang terik tanpa angin serta naik Gunung Pengajaran dan turun ke Jurang Gandul-Bunder Kempes di Pacitan, kegiatan FGA ini merupakan puncak medan tersulit yang telah berhasil dilalui oleh praktikan.
Begitulah cerita FGA 2015 dari kami angkatan 2011 yang baru saja selesai menjalaninya. Terimakasih kami sampaikan kepada Nur Aziz Ribowo sebagai ketua pelaksana kegiatan ini. Tetap semangat dan pantang menyerah. Karena kami yakin bisa, kami pasti bisa. Selamat tingga Lembah Sumurup dan Puncak Pangonan, mungkin di lain waktu akan ada adik- adik kami yang akan berkunjung ke sana. Tapi kalau kalian tidak sanggup, ya sanggupin (2011 jargon).
Nur Wahyu Maulaningsih, GF11