Dalam suatu situs berita, disebutkan bahwa setelah terjadi hujan lebat, terjadi longsor berupa sebuah batu raksasa dengan berat 20 ton dari puncak Bukit Menoreh di Dusun Katerban, Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah yang hampir menimpa rumah warga yang berada di bawahnya. Peristiwa ini tentu saja membuat ratusan warga resah akhirnya mengungsi untuk menghindari longsor jika hujan datang kembali. Dan hingga saat ini, batu tersebut masih menggantung di Bukit Menoreh. (Hartoyo, 2015)

Peristiwa di atas merupakan salah satu studi kasus tentang bencana tanah longsor yang sering terjadi. Menurut data statistik dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), telah terjadi lebih dari 2000 kasus longsor di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Dan dari data ini, dinyatakan bahwa sekitar 40,9 juta orang Indonesia tinggal di area rawan longsor. Berdasarkan data tersebut, dengan adanya peningkatan peristiwa tanah longsor setiap tahunnya, diperlukan penentuan tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap tanah longsor untuk melakukan upaya pencegahan dan perlindungan, termasuk pula kekuatan bangunan di atasnya.

Tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi yang disebabkan oleh pergerakan massa batuan atau tanah yang dapat didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng, yang berupa batuan asli maupun bahan timbunan yang bergerak dengan mengikuti gaya gravitasi bumi. Longsor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya  alam dan manusia.  Salah satu faktor penyebab terjadinya longsor yang sangat berpengaruh yaitu bidang gelincir (slip surface), yaitu bidang kedap air dan licin yang biasanya berupa lapisan lempung. Hal ini disebabkan oleh bidang gelincir merupakan bidang yang menjadi landasan bergeraknya massa tanah. Oleh karena lapisan permukaan daratan Indonesia didominasi oleh lapisan sedimen quarter yang belum terkonsolidasi dengan baik, maka hal ini dapat menjadi pemicu terjadinya tanah longsor. Penentuan area rawan longsor dapat dilakukan dengan mengidentifikasi beberapa parameter yang dapat memicu longsor seperti lereng, sifat fisis tanah, jenis bangunan lahan serta curah hujan.

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan analisis bidang gelincir dan struktur tanah sebagai langkah awal mitigasi bencana longsor. Dan dari sinilah peran Geofisika sangat dibutuhkan. Salah satu metode geofisika yang sering digunakan untuk mengidentifikasi bidang gelincir adalah metode geolistrik tahanan jenis. Metode ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu memiliki akurasi pengukuran yang baik, tidak merusak lingkungan, biaya yang relatif murah, serta mampu mendeteksi perlapisan tanah hingga diatas 100 m. Oleh karena itu metode ini dapat dimanfaatkan untuk survey daerah rawan longsor, khususnya untuk menentukan ketebalan lapisan yang berpotensi longsor serta litologi perlapisan batuan bawah permukaan.

Metode geolistrik diaplikasikan untuk menentukan bidang gelincir. Hasil pengukuran yang berupa tahanan jenis semu selanjutnya dikonversi untuk menentukan nilai true resistivity dari suatu lapisan. Data hasil pengukuran ini kemudian digunakan dalam proses identifikasi dan penyelidikan tanah.

Identifikasi dan penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui kondisi geologi tanah, karateristik tanah, kekuatan lapisan tanah, kepadatan dan daya dukung serta mengetahui sifat korosivitas tanah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan pada konstruksi bangunan. Selain itu, dari hasil penyelidikan tanah dapat ditentukan perlakuan terhadap tanah agar daya dukung tanah dapat mendukung konstruksi yang akan dibangun. Kemudian, dari hasil penyelidikan tanah ini akan dipilih alternatif atau jenis, kedalaman serta dimensi pondasi yang paling ekonomis dan aman.

Dalam perkembangan keilmuan hingga saat ini, pada saat merancang konstruksi bangunan, ilmu geoteknik tidak hanya dilakukan oleh para insinyur sipil saja. Banyak ahli sipil yang memerlukan parameter-parameter petrofisika dalam melakukan studi kelayakan bangunan, seperti parameter porositas, permeabilitas, serta densitas lapisan bawah permukaan. Data-data tersebut diperoleh dari survei geofisika yang dilakukan oleh seorang geofisikawan. Metode survei geofisika yang digunakan pun disesuaikan dengan tujuan kontruksi.  Salah satu contoh, ketika ingin membuat bendungan maka akan dilakukan survei geolistrik. Survei ini dilakukan untuk mengetahui kedalaman maksimal keterdapatan air tanah dan menentukan besar kekuatan dasar bendungan sehingga dapat dipetakan untuk memilih jenis batuan dasar yang kuat untuk pondasi.

Peran ilmu geofisika sangat penting. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa metode geofisika yang dapat digunakan untuk menentukan faktor-faktor kestabilan struktur tanah yang diperlukan oleh geoteknik. Selain metode geolistrik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, juga terdapat metode lain seperti metode gravitasi yang digunakan untuk mengidentifikasi densitas batuan pada tanah.

Jika suatu tanah terdeteksi berdensitas tinggi, dapat diinterpretasikan bahwa rapat massa dan tingkat kestabilan batuan juga semakin tinggi. Metode ini juga dapat digunakan dalam menentukan bentuk tubuh batuan yang membentuk daratan tanah di lapisan bagian bawah permukaan. Dari interpretasi ini, dapat ditentukan daerah-daerah yang memiliki kemungkinan terjadinya longsoran bawah tanah (subsidence).

Kemudian metode seismik, refleksi maupun refraksi, keduanya dapat digunakan untuk menentukan daerah tanah dengan porositas dan permeabilitas yang baik maupun buruk. Jika batuan dari suatu daratan tanah menunjukkan porositas buruk, maka daya serap tanah terhadap air juga buruk, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa daerah tersebut sudah tak layak lagi untuk digunakan sebagai tempat tinggal yang aman.

Ilmu geofisika perlu untuk mempelajari ilmu geoteknik karena metode geofisika banyak berhubungan dengan konstruksi. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan geofisika untuk menentukan pondasi bendungan dan menentukan besar kekuatan batuan dasar dan lainnya.

Referensi:

  • Azmi, U. (2015). Materi Geoteknik Serta Peran Geofisika Dalam Geoteknik. Banda Aceh : Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
  • Inggesi, B.J.O., dkk. (2014). Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan Bidang Gelincir Daerah Distrik Abepura, Jayapura-Papua. Jayapura : Universitas Cendrawasih
  • Muslihudin, dkk. (n.d). Studi Bidang Gelincir Sebagai Langkah Awal Mitigasi Bencana Longsor Di Kampung Ledok Kecamatan Sumberpucung Kabupaten Malang Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipol-Dipol. Malang : Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya
  • Hartoyo. (2015). Longsor, Batu Raksasa 20 Ton Hampir Timpa Rumah Warga. Retrieved from http://news.okezone.com/read/2015/12/14/512/1266860/longsor-batu-raksasa-20-ton-hampir-timpa-rumah-warga at December 22th 2015

 

Indah Sasmita Octavia, Geofisika 2014

Leave a comment

Your email address will not be published.