Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang mempunyai risiko gempabumi tektonik cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh posisi Indonesia yang berada di pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng-lempeng tektonik tersebut, akumulasi energi akibat tumbukan antarlempeng terkumpul sampai pada suatu titik dimana lapisan bumi tidak sanggup lagi menahan energi tersebut, sehingga dilepaskan dalam bentuk gempa bumi.
Dampak bahaya gempa bumi terhadap manusia sesungguhnya bukan berasal dari bahaya primer melainkan bahaya sekunder. Kerusakan biasanya terjadi akibat intensitas getaran di permukaan tanah. Kekuatan dan durasi dari getaran ini tergantung pada magnitudo dan jarak lokasi serta karakteristik di daerah tersebut (Kramer, 1996). Oleh karena itu pencegahan akibat ancaman kerusakan dari gempa bumi perlu dilakukan. Para ahli mulai mempelajari seimic hazard dan menemukan berbagai macam cara untuk mengatasi dampak dari bencana gempa bumi, salah satunya adalah studi kawasan rawan bencana.
Metoda geofisika yang paling umum digunakan untuk mengetahui sifat-sifat fisis tanah permukaan adalah Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) yang hanya membutuhkan data yang tercatat oleh seismometer tiga komponen. Metode ini didasarkan pada perhitungan rasio spektral antara komponen vertikal dan horizontal dari data yang direkam (H/V atau kurva HVSR).
Contoh rekaman data mikrotremor 3 komponen
Metode HVSR pertama kali diperkenalkan oleh Nogoshi dan Iragashi yang menyatakan adanya hubungan antara perbandingan komponen horizontal dan vertikal terhadap kurva eliptisitas pada gelombang Rayleigh. Metode ini dapat digunakan untuk mencari kesamaan antara frekuensi maksimum terendah dari H/V terhadap frekuensi dasar resonansi dan identifikasi struktur bawah tanah. Metode ini kemudian disempurnakan oleh Nakamura yang menyatakan bahwa perbandingan spektrum H/V sebagai fungsi frekuensi berhubungan dengan fungsi pindah untuk gelombang S (Bard, 1998). Nakamura (1989) mengusulkan metode HVSR untuk mengestimasi frekuensi natural dan amplifikasi geologi setempat dari data mikrotremor. Pada perkembangan selanjutnya metode ini mampu untuk mengestimasikan indeks kerentanan tanah (Nakamura, 1997). Agar dapat mengetahui parameter yang berpengaruh pada frekuensi natural dan amplifikasi, perlu dilakukan karakterisasi kurva HVSR melalui suatu pemodelan.
Contoh kurva HVSR
Frekuensi dominan adalah nilai frekuensi yang sering muncul, sehingga dapat dianggap sebagai nilai frekuensi dari lapisan batuan pada wilayah tersebut. Nilai frekuensi dominan dapat dipengaruhi oleh sifat fisik batuan penyusun suatu daerah. Daerah dengan batuan yang berusia lebih tua pada umumnya akan bersifat lebih kompak dan padat dan kemungkinan besar akan mempunyai nilai frekuensi dominan yang lebih tinggi. Sedangkan periode dominan merupakan waktu yang dibutuhkan gelombang mikrotremor untuk merambat melewati lapisan endapan sedimen permukaan atau mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang pantulnya ke permukaan. Besar periode dominan menunjukkan tingkat risiko pada tiap titik pengukuran, dimana semakin besar nilai periode dominan semakin tinggi risiko akibat gempa bumi.
Gelombang yang digunakan pada penelitian ini adalah microtremor yaitu ambient vibrations dengan amplitudo rendah. Gelombang ini bisa ditimbulkan dari gerakan tanah, gerakan angin, gelombang laut atau getaran dari kendaraan. Observasi mikrotremor mudah untuk dilakukan dan dapat diaplikasikan pada daerah-daerah dengan tingkat seismisitas tinggi sampai rendah. Nakamura (2008) menyampaikan bahwa nilai faktor amplifikasi suatu tempat dapat diketahui dari tinggi puncak spektrum kurva HVSR hasil pengukuran mikrotremor di tempat tersebut. Nilai periode dominan atau frekuensi dominan yang diperoleh dari kurva HVSR mempunyai korelasi dengan tingkat ketebalan dari lapisan sedimen.
Hasil akhir dari analisis metode HVSR ialah dapat dibuat pemetaan mikrozonasi kawasan rawan gempabumi berdasarkan frekuensi dan periode dominan serta nilai amplifikasi tanah permukaan pada daerah tersebut. Penelitian mikrozonasi gempabumi ini dapat bermanfaat dalam kegiatan mitigasi bencana gempabumi.
Referensi :
Ambarrini, A, R., 2014, Studi Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi di Kota
Jayapura dan Sekitarnya berdasarkan Data Mikrotremor dengan Metode
GMPE Boore dan Atkinson 2008, Skripsi S-1 Program Studi Geofisika,
FMIPA UGM, Yogyakarta.
Kramer, S. L., 1996, Geotechnical Earthquake Engineering, Prentice-Hall, Inc,
London.
Nakamura, Y., 1989, A method for dynamic characteristics estimation of
subsurfaceusing microtremor on the ground surface, Quatrely Reports of
the Railway Technical Research Institute, Tokyo, 30, 25-33.
Nakamura Y., 2008. On The H/V Spectrum, The 14th World Conference on Earthquake
Engineering, October 12-17, 2008, Beijing, China.
Partono, Windu,. 2013, Aplikasi Metode HVSR pada Perhitungan Faktor Amplifikasi Tanah
di Kota Semarang, Jurnal Ilmu dan Terapan Bidang Teknik Sipil,
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sarah Citra Setyaloka, Geofisika UGM 2013