Indonesia atau yang dahulu dikenal sebagai Hindia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Dari luasnya daratan Asia yang membentang dari utara hingga selatan, Indonesia berada pada bagian tenggara benua ini. Dari sisi geografis, letak Indonesia berada di garis khatulistiwa dan diapit oleh dua benua, Autralia dan Asia. Dengan letaknya yang strategis dan diapit oleh dua benua, menjadikan Indonesia memiliki banyak keanekaragaman hayati yang terhampar dari ujung pulau Sumatera hingga batas wilayah Papua. Perbedaan dan keanekaragaman flora dan fauna di Indonesia telah membuat Alfred Russel Wallce (1823-1913) terkesima ketika ia datang dan menjelajah wilayah Hindia Timur dan Hindia Barat. Alfred Russel Wallace sendiri adalah seorang geografis, arkeologis, dan paleontologis yang memelopori penyeledikan secara modern tentang geografi hewan terlepas dari teori Darwin. Berdasarkan penjelajahan selama kurang lebih enam tahun di daratan Hindia, berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa keanekaragaman di Indonesia berbeda antara wilayah Indonesia bagian barat dan wilayah Indonesia bagian timur. Menurutnya, keanekaragaman tersebut berkaitan dengan pola persebaran fauna Asiatis dan Australis yang terjadi beberapa ribu tahun yang lalu. Wallace mendalihkan suatu garis khayal sebagai pemisah antara dunia hewan Asiatis dan Australis yang ada di Indonesia. Batas garis ini memanjang dari utara hingga ke selatan, tepatnya memanjang dari Selat Makassar hingga perbatasan antara Bali dan Lombok. Oleh sebab itu garis batas antara wilayah Selat Makassar hingga selat antara Bali dan Lombok dinamakan garis Wallace.
Disamping itu, seorang peneliti berkebangsaan Belanda kelahiran Jerman, Max Wilhelm Carl Weber (1852-1937) juga telah melakukan penelitian persebaran fauna di Indonesia untuk melihat dan mendalami persebaran fauna Oriental/Asiatis dengan Australis. Teorinya dalam biogeografi adalah tentang garis Weber, yang menandai perbatasan fauna Australasia. Selama melakukan ekspedisi Siboga dari Maret 1899 hingga Februari 1900, Weber telah menemukan banyak hal yang menurutnya sedikit kontradiktif dengan garis Wallace. Sebagaimana yang ditengarai pada tumbuhan, survei-survei fauna memperlihatkan bahwa untuk kelompok-kelompok vertebrata –kecuali burung– garis Wallace bukan merupakan perbatasan biogeografis yang paling signifikan. Alih-alih selat Lombok, adalah Kepulauan Tanimbar yang dilalui garis batas antara fauna Oriental dan Australasia, khususnya mamalia dan kelompok vertebrata terestrial lainnya. Demikian pula, untuk kebanyakan invertebrata, kupu-kupu, dan juga burung, garis Weber yang lebih tepat menggambarkan perbatasan itu ketimbang garis Wallace. Di wilayah Indonesia bagian tengah adalah wilayah Wallacea. Wallacea adalah nama yang diberikan untuk wilayah di Indonesia bagian tengah yang meliputi Sulawesi, sebagian Nusa Tenggara, dan Halmahera. Wilayah ini adalah tempat fauna dan flora bertransisi dari tipe Asiatic ke Australian, dan sebaliknya. Daerah Wallacea dibatasi di sebelah barat oleh garis Wallace dan di sebelah timur dibatasi oleh garis Lydekker.
Garis Weber dan Wallace yang membagi wilayah Indonesia berdasarkan persebaran flora dan fauna memiliki arti geologi. Hewan-hewan yang berada di Oriental dan Australis memiliki batas pertemuan yang berada di Indonesia. Misal saja, di wilayah Indonesia bagian barat, yaitu daerah dangkalan Sunda, fauna Asiatis yang ada di wilayah ini antara lain adalah gajah India, badak bercula satu, orangutan, dan beberapa reptil serta jenis burung. Sedangkan fauna yang berada pada wilayah Indonesia bagian tengah merupakan fauna endemik, misal saja anoa dan komodo. Pada wilayah Indonesia bagian timur, yaitu dangkalan Sahul, terdapat mamalia berkantung seperti halnya mamalia yang ada di Australia, seperti halnya walabi, landak irian, kuskus, kanguru pohon, dan kasuari. Dari keanekaragaman ini, dapat diketahui bahwa dahulunya wilayah Indonesia bagian barat merupakan bagian dari daratan Asia dan wilayah Indonesia bagian timur pernah menjadi satu bagian dengan Australia.
Pada Jurasic Akhir (150 juta tahun lalu), Blok Sunda yang sebelumnya bergabung dengan Gondwana terpisah dan terus berkembang hingga terbawa ke wilayah tenggara Asia. Pada wilayah Indonesia bagian timur, sekitar 45 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah), Australia dan Papua mulai bergerak dengan cepat menjauhi Antartika. Terbentuk cekungan di sekitar daerah Sulawesi dan Filipina serta jalur subduksi yang mengarah ke selatan pada area Laut Cina Selatan. Pada 15 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah), bagian kerak samudra pada Blok Banda yang berumur lebih tua dari 120 juta tahun yang lalu mencapai jalur subduksi pada selatan Jawa. Palung berkembang ke arah timur sepanjang batas lempeng sampai bagian selatan dari Sula Spur. Australia dan Papua mendekat ke posisi sekarang ini dan lengan-lengan dari Sulawesi mulai bergabung. Pada 5 juta tahun yang lalu jalur-jalur subduksi dan gunung berapi berkembang hampir mendekati keadaan saat ini. Australia dan Papua terus bergerak ke utara.
Sedangkan wilayah Indonesia bagian tengah seperti halnya Sulawesi adalah wilayah peralihan. Sulawesi secara tektonik merupakan wilayah yang disusun oleh benturan dua massa kerak benua yaitu Sundaland, yang menyusun Sulawesi Barat dan Australoid, yang menyusun sebagian Sulawesi sebelah timur (Banggai‐Sula) dan tenggara (Buton). Terjepit di tengahnya adalah kerak oseanik yang kini menjadi ofiolit. Pola‐pola tektonik benturan, distribusi daratan, dan lautan akibat proses amalgamasi Sulawesi ini akan memengaruhi penghunian Sulawesi oleh fauna asal Asia dan Australia. Oleh karenanya di Sulawesi telah ditemukan perbenturan antara dua massa kerak bumi antara Sundaland dan Australoid, juga perbenturan dua dunia fauna antara fauna Asiatik dan fauna Australian. Hal itu bisa terjadi, sebab fauna Asiatik adalah penumpang massa kerak Sundaland, sementara fauna Australia adalah penumpang massa kerak Australoid. Setelah itu, mereka mengalami endemisme tersendiri di tempatnya sekarang. Selain karena pergerakan tektonik, persebaran fauna di Indonesia juga berkaitan dengan zaman es yang terjadi sekitar lima puluh ribu tahun yang lalu. Ketika zaman es melanda, dangkalan Sunda menjadi satu dengan benua Asia dan dangkalan Sahul menjadi satu, itu berarti bahwa Jawa, Kalimantan, dan Sumatera menjadi satu daratan dengan Asia, sedangkan Papua dan Maluku menjadi satu daratan dengan Australia. Hal ini disebabkan lautan menyusut sampai tujuh puluh meter. Sulawesi terisolasi dikarenakan dikelilingi oleh laut yang dalam. Hal ini membuat flora dan fauna di Sulawesi mengalami isolasi dan mengalami fase evolusi, hal itulah yang membuat Sulawesi dan beberapa pulau di Nusa Tenggara memiliki fauna yang berbeda dengan wilayah barat dan timur Indonesia.
Referensi:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Max_Carl_Wilhelm_Weber [Diakses pada 26 November 2014]
- http://id.wikipedia.org/wiki/Garis_Wallace [Diakses pada 26 November 2014]
- Satyana, Awang. 2012. Sulawesi: Where Two Worlds Collided. www.mail-archive.com [Diakses pada 26 November 2014]
- Hertanto, Hendrik. B. 2013. Paparan Sunda dan Paparan Sahul. geoenviron.blogspot.com. [Diakses pada 27 November 2014]
Wahyu Kusdyantono, Geofisika 2012