Bambang Trio Sumbodo, Peserta dalam Acara 11th SEG-Japan International Symposium, 18-21 November 2013, di Yokohama, Jepang
Untuk teman-teman, Geofisika UGM, Alm. Prof. Mugiono, keluarga besar dan kedua orangtua saya.
Semoga langkah pertama saya membuat kalian semua bangga.
Menyalakan Lilin Lebih Baik daripada Hanya Mengutuk Kegelapan
2013, tahun yang entah bagaimana semuanya terjadi begitu cepat dan menakjubkan. Toh, saya pun kembali menatap awal tahun 2014 dengan ambisi dan angan untuk lebih produktif dan cemerlang lagi dalam membangun masa depan. Tulisan ini didasari keinginan saya untuk mengestafetkan api harapan kepada lilin-lilin muda yang tentu masih segar mimpi dan semangatnya, yah lilin-lilin muda itu adalah teman-teman saya maupun adik-adik angkatan saya, begitulah deduksi pemikiran saya terkait perkataan Bapak Anies Baswedan “Menyalakan lilin lebih baik daripada hanya mengutuk kegelapan”.
Semuanya bermula dari kedekatan saya dengan kakak-kakak Geoseismal (Geophysics, Seismology and Geothermal) Research Group seperti Mas Prima, Mas Kaka (GF2006), Mas Sony, Mbak Siti (GF2007), Mbak Maria (GF2008) dan juga Mbak Donna (GF UPN 2007), yang semuanya dalam kordinasi Pak Wiwit Suryanto (Dosen Seismologi Geofisika UGM). Mas Prima lah yang mengizinkan saya ikut terlibat dalam riset group ini, karena memang saya cukup akrab dengan dia. Keterlibatan saya dengan group ini menjadi awal saya berminat menggeluti bidang exploration seismology dan seismologi secara umum. Awalnya saya belajar untuk mendekteksi gempa-gempa pada suatu daerah penelitian sampai mendapatkan parameter-parameter yang dibutuhkan untuk menentukan titik hipocenter dari suatu gempa.
Keterlibatan saya yang semakin intense membuat saya berdiskusi dengan mas prima untuk membuat karya tulis/paper untuk diajukan ke suatu pertemuan ilmiah. Keinginan saya ini diinspirasi teman seangkatan yang telah lebih dulu melakukan debut Internasionalnya untuk karya tulisnya. Sebenarnya saya tidak muluk-muluk untuk melakukan hal yang sama, mungkin saya berpikir untuk terlibat dalam pertermuan dalam negeri saja dulu, toh saya masih amatir dalam hal ini. Namun Mas Prima berpikiran lain, saya diajaknya untuk men-submit paper kami ke acara “The 11th SEG-Japan International Symposium, 18-21 November 2013, in Yokohama, Japan”, sesuatu yang awalnya saya anggap dia hanya bercanda untuk ikut acara tersebut.
Begitu saya diminta untuk sama-sama menulis abstract, saya sadar ini memang serius dan akan menjadi bukti kontribusi saya terhadap bidang ilmu kebumian dan geofisika secara khusus, apalagi saya sangat prihatin terhadap rendahnya minat mahasiswa terhadap penelitian dan publikasi, implikasinya tentu sangat merugikan kita sebagai mahasiswa kebumian, seperti semakin menurunnya pengakuan publik dunia akademik terhadap sumbangsih kita terhadap bidang ilmu kita, lalu membuat kita kehilangan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan ilmiah dalam lingkup yang sangat besar.
Paper yang kelak akan berjudul Site effect Investigation Using Spectral Ratio Methods in Mura Labuh Geothermal Fields, Indonesia ini menggunakan data PT. Supreme Energy yang memiliki kontrak kerja di daerah penilitian kami. Pada awalnya saya tidak mengetahui apa yang akan saya lakukan, karena saya hanya sedikit pengetahuan dan pengalaman dalam mengolah data microseismic, namun dengan pegangan sejumlah karya-karya tulis yang saya dapatkan gratis melalui account student membership dari library Society of Exlporation Geophysicist (SEG), saya dapat memahami dan memiliki arah riset ini, apalagi bimbingan mas prima sangat jelas selama saya mengolah data microseismic terkait riset kami. Entah kenapa, beberapa kali deadline pengumpulan abstract dan extended abstract kami mengalami penundaan yang mengakibatkan kami agak malas dalam proses penulisan. Paper yang kami buat ini umumnya sangat sederhana, menggunakan methode Nakamura (Nakamura. Y, 1989) kami berusaha mengaitkan efek geologi sekitar terhadap sifat frekuensi alamiah dan amplitudo maksimal dari keadaan lokasi penelitian.
Perkara-Perkara Pun Berdatangan
Proses penyelesaian tulisan dan pengumuman diterimanya tulisan kami ini bukan hanya persoalan yang utama, selain itu kami agak pusing memikirkan siapa yang akan berangkat presentasi dan bagaimana kami mendapatkan dana untuk berangkat ke Jepang. Namun sebenarnya sebelum kami mengetahui apakah tulisan kami diterima atau tidak, kami memutuskan bahwa saya lah yang akan berangkat ke Jepang, hal ini dikarenakan Mas Prima memperoleh beasiswa Erasmus Mundus untuk studi Earthquake Engineering di Prancis dan Italia, hal yang membuat saya iri. Selain itu, saya memperoleh bantuan dana dari panitia acara tersebut yang diberikan kepada peneliti muda dan berasal dari luar Jepang. Jujur waktu mendaftar untuk memperoleh bantuan dana yang besarnya sangat membantu saya selama perjalanan ini, saya tidak menyangka akan terpilih, mengingat riwayat saya dalam menulis sangat minim, disinilah Tuhan menunjukan kuasanya.
Singkat ceritanya, ketika diumumkannya bahwa tulisan kami diterima dan kami diundang untuk mempresentasikan dan mendiskusikannya di Jepang, kami sangat bangga bahwa karya kami diakui sampai kelevel dunia, dan bahwa penelitian yang sederhanapun akan sangat bernilai jika dikerjakan dengan tekun dan mampu berkontribusi untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Uang Hampir Menjegal Semuanya
Tapi, masalah utama lainnya belum lah selesai, DANA.
Perhitugan detail saya untuk satu kali perjalanan pulang-pergi selama kegiatan pendelegasian saya nanti akan menghabiskan dana +/- 15 juta Rupiah. Tentu bukan jumlah yang kecil untuk saya yang berasal dari lingkungan yang sederhana. Bantuan dana dari panitia yang berkisar 50000 JPY sebetulnya membantu mengurangi beban pikiran saya, namun saya masih membutuhkan sektiar 9 juta lagi. Bedasarkan informasi teman-teman yang pernah Go International saya dapat meminta bantuan dana dari Dana Alumni Geofisika UGM dan Universitas Gadjah Mada. Dana yang kiranya bisa pasti didapatkan itu masih kurang sekitar 5-6 juta lagi. Lalu saya berusaha membuat proposal bantuan delegasi, terima kasih untuk Anas (GF2011) yang membantu saya mengerjakan design proposalnya, designnya sangat keren menurut saya, Ihsan pun turut membantu saya dalam pengambilan gambar dan Abie ( HI UGM 2010) yang men-design lay out prosposal saya untuk di print. Proposal telah saya sebar kemana-mana, baik di Yogyakarta maupun di Jakarta, namun pada akhirnya saya mendapatkan hasil yang negatif. Bantuan dana selanjutnya saya dapatkan dari Fakultas melalui dana delegasi setiap Himpunan dan Dana Lab. Geofisika UGM, rasa terima kasih untuk Mbak Tiyak (GF 2010/Bendahara HMGF Periode 2013) yang telah membantu saya untuk memperoleh dana ini. Terakhir, saya memasukan dana ke salah satu instansi di UGM dan alhamdulillah tembus untuk menutupi biaya perjalanan saya. Perjuangan saya dalam mendapatkan dana sampai ke beberapa hari sebelum hari keberangkatan sangat lah keras, apalagi perjuangan mengurus perizinan perjalanan dan dokumen perjalan yang sangat melelahkan dan menyita waktu. Saat-saat membuat proposal, meminta izin kampus sampai membuat paspor dan mengurus dokumen untuk memohon visa sangatlah berkesan. Benar kata teman saya, Pangky (IKG UGM 2010), “saat-saat mengurus izin dan dana untuk kegiatan kaya gini, ini tuh malah seni-nya”. Mungkin untuk pembaca yang berniat meneruskan jejak saya bisa minta saran dan masukan ke saya bagaimana efektifnya mengurus perjalanan seperti ini.
Jepang dan Keramahtamahan
Hari-hari mendekati hari perjalan pun tiba, pada akhirnya yang jadi berangkat adalah saya dan Mas Sony, Mas Sony maju atas dua paper yang terdaftar, untuk menjamin kualitas presentasi kami, kami awalnya dites oleh Pak Wiwit dan Bu Ade yang menilai kapasitas kami, lalu sebelum hari keberangkatan kami kembali belatih didepan Mas Kaka, Mbak Siti, Mbak Donna dan Mbak Maria.
Hari keberangkatan pun tiba. Debut presentasi paper saya ternyata bukan di level Nasional, ini level INTERNASIONAL. Apalagi, saya belum pernah keluar pulau Jawa dari saya dilahirkan. Sungguh momen yang membuat saya tidak sabar. Sebentar lagi saya akan mengetuk pintu dunia. Setelah landas dari Bandara Adi Sucipto, kami terbang ke Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali untuk transit. Perjalanan selama ke Jepang sekitar 7-8 jam lamanya, cuaca hujan dan pesawat kami berguncang beberapa kali. Sekitar pukul 23.30 waktu Jepang, kami pun tiba di Bandara Internasional Haneda, Tokyo, Jepang
Mengingat bahwa waktu check-in kami adalah pukul 14.00 siang waktu Jepang, sedangkan saat itu waktu masih pukul 00.00, kami pun memutuskan untuk tidur di bangku-bangku sekitar bagian International Arrival. Nuansa yang berbeda membuat kami agak kebingungan, sebab sebagian besar orang Jepang yang kami temui ternyata tak mahir berbahasa Inggris. Di pagi hari, kami bingung menentukan bagaimana cara untuk pergi ke Yokohama dari Haneda. Namun, dengan berbekal itinerary yang telah kami rancang, kami memutuskan untuk naik sarana Transportasi Bis Limosin dari Haneda untuk ke Yokohama Yokohama City Air Terminal, disebut juga YCAT.
Perjalanan di Jepang ini sangatlah berkesan. Di sini, pejalan kaki sangat tinggi kastanya—dibuktikan dengan terdapatnya lampu merah untuk pejalan kaki, jalanan untuk orang berkebutuhan khusus, sampai lift untuk mereka yang sudah berumur. Belum lagi papan informasi daerah yang mempermudah turis asing seperti kami, dan yang penting adanya mesin penjual minuman dimana-mana. Bahkan, di Hotel Shinyokohama, tempat kami menginap, kami merasakan pelayanan, fasilitas, dan akses hotel yang sangat baik, mengingat hotel kami terhitung cukup murah dibanding hotel di daerah itu.
Sempat Gugup
Hari-H pun tiba, dengan berpakaian sangat rapi, kami menuju lokasi diadakannya The 11th SEG-Japan International Symposium, di Prince Hotel Shin-Yokohama. Acara yang diselenggarakan SEG-J sangat berbeda dengan acara-acara sejenis di Indonesia, dimana di acara ini sangat minim kepentingan komersialnya. Pembukaan sederhana dimulai oleh Chairman acara ini yaitu Prof. Hiroaki Yamanaka, lalu sesi presentasi pun dimulai, demikian juga dengan acara pameran. Acara ini berlangsung dari pagi dan sore. Sekitar pukul 14.00, kami pulang untuk mempersiapkan kegiatan di esok hari.
Hari-H presentasi pun tiba. Kami melakukan presentasi di ruang I, dalam sesi imaging interpretation case. Itu mungkin salah satu kala yang paling membuat saya gugup. Tiba saatnya presentasi, saya berusaha untuk rileks, saat itu ruangan sangat penuh dan tampaknya kami berdua bukan satu-satunya orang Indonesia yang hendak melakukan presentasi. Kami bertemu rekan kami dari S2 ITB yaitu Mbak Mia. Mas Sony pun melakukan presentasi lebih dahulu, dilanjutkan dengan saya. Alhamdulillah presentasi berjalan lancar, namun pada sesi tanya jawab, saya gugup dan tidak konsentrasi, sehingga pertanyaan sederhana yang seharusnya bisa dijawab mudah, tidak berjalan baik.
Lagu Tanah Airku Menggema di Benak
Presentasi pun usai. Saya semakin ringan saja berjalan di Jepang. Sisa waktu kami habiskan untuk berkeliling ke tempat wisata disana, yaitu Minato Mirai, daerah pelabuhan yang sangat terkenal. Malam yang sangat dingin dan akan sangat kami rindukan, sebab esok pagi kami harus pulang ke tanah air. Di sela perjalanan, lagu Tanah Air ku sangat mengguncang hati ini. Sempat terpikir, mungkin pergi ke luar negeri adalah cara terbaik untuk semakin mencintai Indonesia.
Menurut saya, acara ini sangat berkelas di sisi keilmuan. Memang, kami di sini fokus berdiskusi terhadap permasalahan keilmuan kami, tidak diisi oleh acara-acara yang tidak terlalu penting. Terlihat orang-orang Jepang dan beberapa negara sangat antusias terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, dan saya menilai jika mahasiswa kita kurang sadar betapa pentingnya acara seperti ini dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan relasi dunia.
Hari keempat di Jepang, saatnya kami pulang. Penutupan acara pun kami hadiri. Banyak kerabat baru yang kami dapatkan dari perjalanan ini. Cerita ini pun tidak cukup untuk mewakili semua kisah kami. Sepanjang perjalanan pulang, Singkatnya, kami pulang dengan rasa rindu untuk Tanah air, serta masih menyimpan rindu pula untuk negeri Sakura.
Bambang Trio Sumbodo | GF 11