Metode elektromagnetik adalah metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik alamiah maupun buatan manusia untuk mengetahui sifat fisis (resistivitas) di bawah permukaan bumi. Pemanfataan metode elektromagnetik disesuaikan dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam pada setiap negara. Metode ini dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi sumber daya geologi (seperti panas bumi, minyak dan gas bumi, serta bahan tambang) maupun dimanfaatkan untuk penelitian kegempaan. Di Indonesia, metode elektromagnetik sering dimanfaatkan untuk eksplorasi panas bumi, mengingat sumber daya panas bumi yang ada di Indonesia masih sangat melimpah (lihat postingan sebelumnya mengenai “Potensi Melimpah dari Geothermal”).

Berdasarkan sumber gelombang elektromagnetik, metode elektromagnetik dibagi menjadi dua, yakni pasif yaitu memanfaatkan gelombang elektromagnetik alamiah seperti metode magnetotelurik, serta aktif yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik buatan seperti metode CSEM, CSMT, TEM, VLF, GPR. Metode yang paling sering digunakan untuk eksplorasi panas bumi adalah magnetotelurik.

Gambar 1. Skema Pengukuran menggunakan metode magnetotelurik
(Sumber : http://majalah1000guru.net)

Magnetotelurik (MT) adalah metode elektromagnetik pasif yang mengukur perubahan medan magnet dan medan listrik secara alamiah. Dengan mengetahui kedua perubahan tersebut di suatu tempat maka dapat diketahui nilai konduktivitas di bawah permukaan bumi. Metode MT dilakukan dengan mengukur medan listrik menggunakan elektroda dan koil untuk mengukur medan magnet yang diletakkan di permukaan tanah.

 

Gambar 2. Sumber sinyal magnetotelurik (a) petir dan (b)solar wind (sumber : http://majalah1000guru.net)

 

Sumber sinyal untuk metode magnetotelurik adalah medan magnetik yang berasal dari dalam dan luar bumi serta memiliki rentang frekuensi yang bervariasi. Medan magnet yang berasal dari dalam disebabkan oleh pergerakan mantel bumi terhadap inti bumi, contohnya solar wind. Sedangkan, medan magnet yang berasal dari luar bumi adalah medan magnet yang dihasilkan di atmosfer dan magnetosfer, seperti peristiwa petir yang menyambar. Semua sumber medan magnetik tersebut memiliki nilai yang bervariasi terhadap waktu, tetapi yang dimanfaatkan pada metode magnetotelurik hanya medan magnetik yang berasal dari luar bumi dengan rentang frekuensi yang lebih besar. Metode MT mempunyai rentang frekuensi yang panjang sehingga mampu untuk investigasi dari kedalaman beberapa puluh meter hingga ribuan meter di bawah permukaan bumi.

Gambar 3. Prinsip kerja metode magnetotelurik (sumber : http://majalah1000guru.net)

Prinsip kerja metode magnetotelurik didasarkan pada proses penjalaran gelombang dan induksi elektromagnetik yang terjadi pada anomali bawah permukaan. Medan elektromagnetik yang menembus bawah permukaan akan menghasilkan medan listrik dan magnetik sekunder (arus eddy/arus telurik) dalam material konduktif di dalam bumi, yang kemudian direkam oleh sensor (alat magnetotelurik). Menggunakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah bahwa medan elektromagnetik merupakan gelombang bidang yang merambat tegak lurus ke permukaan bumi.

Hasil pengolahan data metode magnetotelurik satu dimensi berupa grafik resistivitas semu dan fase terhadap frekuensi (grafik MT), dan nantinya data-data satu dimensi pada semua titik pengukuran tersebut akan diinversi dan digabungkan menjadi satu lintasan. Hasil pengolahan inversi data berupa gambar dua dimensi nilai resistivitas terhadap kedalaman.

 

Gambar 4. Contoh grafik MT (a) Frekuensi terhadap resistivitas semu, dan (b) frekuensi terhadap fase (sumber : Syahwanti Hezliana. Dkk. 2014)

 

Gambar 5. Contoh struktur lapisan bawah permukaan resistivitas terhadap kedalaman (sumber : Syahwanti Hezliana. Dkk. 2014)

Magnetotelurik dapat diterapkan dalam studi eksplorasi panas bumi (geothermal). Dalam eksplorasi panas bumi dilakukan dua survei pendahuluan, yang pertama adalah survei geokimia untuk mengetahui kandungan kimia dalam sumber panas tersebut dan survei geofisika yang bisa menggunakan metode magnetotelurik untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan tanah seperti caps rock (batuan tudung), reservoir, dan sumber panas. Dengan menggunakan metode MT hasilnya akan berupa penampang tahanan jenis semu (apparent resistivity) bawah permukaan. Nilai tahanan jenis semu pada komponen eksplorasi panas bumi seperti caps rock adalah <10 Ωm, lapisan reservoir memiliki nilai tahanan jenis semu 10-60 Ωm, dan sumber panas bumi memiliki nilai tahanan jenis semu sebesar >60 Ωm. Frekuensi yang digunakan dalam MT berkisar 10-4 – 10Hz.

Sumber panas bumi jenis hidrothermal sangat melimpah dan paling umum ditemui di Indonesa. Hal ini diakibatkan oleh adanya tumbukan Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo-Australia. Interaksi antarlempeng menyebabkan adanya arus konveksi di mantel bumi, di mana arus konveksi ini menyebabkan adanya hidrothermal. Pelaksanaan eksplorasi panas bumi di permukaan diperkirakan adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau adanya fluida panas bumi yang mengalir ke atas melalui rekahan-rekahan batuan.

 


Daftar Pustaka

Agung, L., 2009, Pemodelan Sistem Geothermal dengan Menggunakan Metode Magnetotelurik di Daerah Tawau, Sabah, Malaysia, Universitas Indonesia, Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depok, (Skripsi).

Geofisika Indonesia. 2020 . Metode MT untuk Geothermal (Magnetotelurik) untuk Identifikasi Struktur Dalam. Online. Available at : https://geofisika.id/metode-mt-untuk-geothermal-magnetotelurik-identifikasi-struktur-dalam/ diakses pada 7 November 2020

Sufyana, Candra Mecca. 2020. Pemanfaatan Medan Elektromagnetik Untuk Eksplorasi Bawah Permukaan Bumi. Online. Available at :  http://majalah1000guru.net/2020/03/medan-elektromagnetik-bumi/.diakses 8 November 2020

Sulistio I., dkk. 2018. Aplikasi Metode Magnetotellurik Dalam Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi Di Daerah “X”. Bandung : Prosiding Teknik Pertambangan. Vol.IV, No. 2 (2018), Hal.703.

Syahwanti Hezliana. Dkk. 2014. Aplikasi Metode Magnetotellurik untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus: Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat). Pontianak : Positron.Vol. IV, No. 2 (2014), Hal. 71 – 78

Leave a comment

Your email address will not be published.