Sekitar ribuan tahun yang lalu, tepatnya pada 13 M, penjelajah Cina dan pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat memancang tiang layar kapal sekuat-kuatnya untuk mengarungi lautan mencari harta yang sangat berharga saat itu, cendana. Konon, dalam legenda yang diceritakan pada bait, Nabi Sulaiman mengimpor kayu cendana dari tempat-tempat yang jauh untuk membuat tiang-tiang kerajaan. Sumba, adalah negeri yang menjadi sumber bagi cendana itu berasal. Sumba sendiri merupakan bagian dari Kepulauan Sunda Kecil yang terletak di sisi timur Pulau Jawa. Sumba sendiri merupakan pulau yang menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayahnya 10.710 kilometer persegi. Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudera Hindia terletak di sebelah selatan dan barat. Dalam pandangan biasa, tidak ada yang terlihat istimewa dari Sumba, namun rahasia terbesar justru berada pada dirinya sendiri. Sumba bukanlah bagian dari gugusan kerajaan Kepulauan Sunda yang memanjang di selatan Nusantara.

Pulau Sumba, Indonesia Sumber: sumbaislandparadise.com
Pulau Sumba, Indonesia
Sumber: sumbaislandparadise.com

Sumba berada pada posisi yang unik. Pulau ini bukan merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Sunda, yang tersusun atas susunan pulau gunungapi di utara Sumba. Dari posisinya yang sekarang, Sumba memiliki hubungan dengan Timor namun berbeda orientasi. Asal mula terbentuknya pulau pun masih memiliki banyak pendapat. Beberapa peneliti menganggap bahwa Pulau Sumba adalah micro continent dibawah daerah arc-continent collision (Audley-Charles, 1975; Hamilton, 1979) dan lebih terbaru sebagai accreted terrane (Nur and Ben-Avram, 1982; Howell et al, 1983). De Werff et al (1994) dan Harris et al (2009) menyimpulkan bahwa Pulau Sumba adalah lanjutan dari Timor yang merupakan zona arc-continent collision.

Dua tektonik besar diskontinuitas; Pantar dan Patahan Sumba memisah Kepulauan Banda dari Kepulauan Sunda di area Lesser Sunda. Patahan Pantar meluas kira-kira utara-selatan antara Pulau Pantar dan Alor, dan Patahan Sumba memisah Sumba dan Pulau Flores dari Sumbawa (Nishimura and Suparka, 1986). Yang sangat disayangkan dari diskontinuitas pulau adalah transisi dari Sunda menuju Banda tidak dapat terlihat begitu jelas dalam seismic section.

Selain dari itu, posisi Pulau Sumba saat ini juga dikaitkan dengan teori escape tectonics. Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini lebih sesuai bila disebut : post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). Menurut Awang Harun Satyana, ada lima peristiwa benturan di Indonesia yang membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah). Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda (Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina, dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping),  Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.

Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur kepulauan samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan dengan tepi utara Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur lipatan dan sesar Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape tectonics berupa sesar-sesar mendatar besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan zone benturan. Sesar-sesar besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar Gauttier, dan Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara (termasuk di dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan Akimeugah di selatan zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat runtuhan untuk mengkompensasi tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan ini.

Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai benturan ini. Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti Tarera-Aiduna, Sorong, Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonicspascabenturan. Cekungan Bintuni yang terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai akibat  post-collision extensional structure.

Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk  rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka cekungan-cekungan koyakan  (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensionalseperti danau-danau Poso, Matano, Towuti juga  Depresi Palu.

Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi utara Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di wilayah Seram, jalur ini juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikro-kontinen Kepala Burung. Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini, pembukaan ini adalah manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan orientasi Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta pembukaan Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape tectonics pascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau collapse yang mengikuti  arc-continent collision.evolusi-geologi-nusa-tenggara-1

evolusi-geologi-nusa-tenggara-2

evolusi-geologi-nusa-tenggara-3

evolusi-geologi-nusa-tenggara-4

Referensi:

  • Herman Darman. 2012. Seismic Expression of Tectonic Features in the Lesser Sunda Islands, Indonesia. The Sedimentology Commission – The Indonesian Association of Geologists (IAGI)
  • [online] Awang Harun Satyana. 2007. “Escape Tectonics” Indonesia. geoblogi.wordpress.com Diakses 13 November 2014
  • [online] https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Sumba. Pulau Sumba. Diakses pada 16 Desember 2015

 

Wahyu Kusdyantono, Geofisika 2012

Leave a comment

Your email address will not be published.